Written by Yoga Yuwana 0 komentar Posted in:


Ada Pameran Bonsai di Museum Tsunami
Darri ratusan bonsai beragam bentuk yang unik dan menarik yang mulai
dipamerkan pada 31 Januari hingga 13 Februari mendatang itu, ada satu
tanaman dari pohon wahong atau sancang, dibandrol dengan harga Rp 100
juta oleh Awenk, sang pemiliknya seorang pria berusia 34 tahun warga
Luengbata, Banda Aceh. Menurut Awenk, bonsai pohon wahong yang sudah
dirawatnya selama 8 tahun itu, masuk dalam kategori bonsai jumbo karena
tingginya mencapai 120 centimeter. Orang Aceh lebih mengenal pohon
wahong ini dengan sebutan kang asee. “Pohon ini saya temukan di kawasan
Ujong Batee, Aceh Besar, delapan tahun lalu. Bentuknya kokoh dan
terlihat sudah sangat tua sekali. Jika sudah jadi bonsai unik seperti
ini, biasanya para kolektor atau penggemar bonsai yang sudah tahu nilai
seninya, tidak akan mempermasalahkan harga,” kata Awenk, Sabtu (6/2).
Awenk (34 ) berpose disamping Bonsai miliknya
yang dijual seharga Rp 100 juta. SERAMBI/AZMI
Untuk
menemukan tanaman unik yang cocok untuk dibonsai, Awenk bersama
teman-teman penggemar bonsai, kerap menjelajahi bukit dan menyusuri
pinggiran pantai di seluruh Aceh. “Terkadang kami menemukan pohon atau
tanaman yang memang sudah terbentuk, dan kami hanya tinggal
memindahkannya saja. Tapi lebih banyak tanaman yang kami bentuk
menggunakan kawat, sesuai dengan konsep ingin dibentuk seperti apa,”
jelas alumnus Fakultas Teknik Muhammadiyah, Banda Aceh ini. Selain
pohon wahong yang bernilai Rp 100 juta milik Awenk, pameran gratis ini
juga menampilkan koleksi dari pebonsai lain di Banda Aceh dan Aceh
Besar. Sekitar 15 jenis tanaman keras lokal berdaun kecil seperti
Minkro, beringin, kemuning, bak hagu, Asam Jawa, cemara, serut, dan
ranteng kayee kunyet, tertata rapi di dalam pot-pot tinggi agar mudah
dinikmati keindahannya oleh pengunjung.
“Bonsai yang
dipamerkan di sini berasal dari 80 kolektor di Banda Aceh dan Aceh
Besar. Harga yang ditawarkan bervariasi mulai dari Rp 50 ribu sampai Rp
50 juta, dan ada satu bonsai bernilai Rp 100 juta,” kata Muchtar Ketua
Persatuan Penggemar Bonsai Indonesia (PPBI) Aceh.


Cukup tinggi
Menurut
dia, animo warga kota terhadap pameran bonsai cukup tinggi. Ini
terlihat dari banyaknya pengunjung yang berasal dari segala usia, dan
tertarik membeli bakalan bonsai atau bonsai yang baru dibentuk. “Banyak
warga yang tertarik dengan tanaman atau pohon yang dikerdilkan di dalam
pot dangkal ini. Karena antusiasme pengunjung, pameran ini kami buka
hingga malam hari. Rata-rata mereka banyak bertanya tentang teknik
membentuk dan merawat bonsai. Sebagian besar pengunjung membeli bonsai
bakalan atau yang belum sempurna,” imbuh dia. Muchtar menginformasikan
dalam pameran bonsai ini, pengurus PPBI juga membuka bengkel bonsai.
“Bagi pengunjung yang memiliki bonsai di rumah ingin di perbaiki atau
dibentuk, boleh bawa kemari. Kami juga dengan senang hati melayani
pengunjung yang ingin berkonsultasi tentang bonsai,” kata dia.
Ia
mengatakan tujuan utama pameran bonsai ini adalah untuk memperkenalkan
dan memperlihatkan kepada pengunjung tentang keindahan seni bonsai.
“Selain itu menjadi wadah bagi para kolektor dan pebonsai untuk
menampilkan karya seni. Ini adalah pameran bonsai ke empat kalinya di
Banda Aceh. Beberapa bonsai sudah pernah ikut kontes tingkat nasional
dan internasional. PPBI Aceh berencana untuk mejadi tuan rumah kontes
bonsai nasional 2010, dan Museum Tsunami Aceh sangat cocok untuk
menggelar event nasional itu,” kata Muchtar. Sementara itu, Agus,
seorang penggemar bonsai yang ikut ambil bagian dalam pameran ini
menyebutkan Aceh sangat kaya akan ragam tanaman keras yang cocok
dijadikan bonsai. “Di Aceh ada pohon minkro yang sangat cocok dijadikan
bonsai, setahu saya pohon minkro hanya ditemukan di Aceh tidak di
daerah lain. Ini menjadi kelebihan pebonsai di Aceh,” bangganya.
Ia
menjelaskan istilah bonsai berasal dari Jepang yang berarti memelihara
tanaman atau pohon dalam pot dangkal, sehingga tampil seperti sudah
sangat tua dan segar layaknya di alam bebas. “Gaya bonsai ada
bermacam-macam di antaranya natural, ekspresionis, dan suryalis. Yang
dipamerkan di sini sebagian besar mengambil gaya ekspresionis. Contoh
yang suryalis misalnya gaya mencengkram batu, akar terjalin, hidup di
atas batu, dan gaya rakit,” sebut Agus. (azminurti thursina).
source : http://www.serambinews.com/news/view/23577/ada-pameran-bonsai-di-museum-...

Sumber suntingan: http://www.ferrysuiseki.com/Ada+Pameran+Bonsai+di+Museum+Tsunami+

0 komentar: